28/04/11

Candi Jiwa, Saksi Bisu Bencana Masa

 Jakarta: Selama delapan bulan, Tim Studi Bencana
Katastropika Purba mencoba mencari dan meneliti fakta dan data bencana di abad
modern ataupun zaman purba yang katastropik atau dampaknya menghilangkan
peradaban. Seperti terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam, 26 Desember 2004 silam,
adalah megatsunami yang menghancurkan sebagian peradaban di Tanah Rencong.
Demikian rilis yang diterima Liputan6.com, Ahad (24/4), dari Wisnu Agung
Prasetya, asisten Staf Khusus Tim Studi Bencana Katastropik Purba.
Berdasarkan penelitian Tim Studi Bencana Katastropika Purba, ternyata di Aceh
teridentifikasi kemudian ada Desa Ie Beuna. Artinya, ombak besar
bergulung-gulung. Ini berarti pula pernah ada tsunami di Aceh. Bahkan, tim
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atau LIPI menemukan bangunan kuno di laut
Aceh. Dan melalui ekskavasi geologi berhasil membuktikan 1.400 tahun lampau
pernah terjadi mega tsunami.
Warga Simeulue mengenal smong atau tsunami pada 1907, sehingga korban sedikit
saat tsunami 2004. Masyarakat Yogyakarta dikejutkan gempa pada 2006 yang merusak
dan menimbulkan korban. Padahal 1835 pernah terjadi gempa yang lebih besar. Di
sini menunjukkan betapa lemahnya ingatan masyarakat Indonesia terhadap bencana.
Padahal, gempa atau gunung berapi bisa dipastikan akan mengalami pengulangan:
The Past is the Key of Future.
Untuk diketahui pada 1814, Sir Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal
Kolonial Inggris di Jawa, 1811-1816), menemukan satu bukti bencana katastropik
purba akibat letusan gunung api di semak belukar, yaitu Candi Borobudur. Data
sejarah menunjukkan pernah ada letusan Merapi sekitar era 1000-an. Bisa
dibayangkan, peradaban yang terkubur itu. Belum lagi jika menengok perubahan
iklim yang diakibatkan letusan Toba di Pulau Sumatra, 75 ribu tahun lalu.
Bagaimana dengan Jakarta Hasil pemantauan global positioning system (GPS) dan
pengukuran deformasi serta disandingkan dengan data historis, juga mengagetkan
hasilnya. Ada potensi 8,5 skala Richter di Selat Sunda. Ini juga pengulangan
1906, 1856, 1833, dan 1699, serta gempa-gempa kecil yang terasa sampai Jakarta.
Bertitik tolak dari itu, tim mencoba mendapatkan bukti otentik sedimentasi atau
data lainnya dengan segera melakukan penelitian intensif terhadap temuan Candi
Jiwa di Bekasi, Jawa Barat.
"Kita senang terhadap temuan peradaban itu, tetapi juga harus ditemukan mengapa
dan kapan candi itu terkubur. Karena jarak dengan Jakarta tidak terlalu jauh.
Apakah tertutup karena vulkano atau mega tsunami. Kita menyambut baik langkah
Foke (Gubernur Fauzi Bowo) yang segera membuat peta mikrozonasi dan building
code. Karena ini juga rekomendasi tim sembilan peta gempa yang melihat ada
kenaikan 0,3 g di batuan dasar. Sama seperti Aceh, Sumbar, Bengkulu, Banten,
Jabar, Jatim, Jateng dan Yogya. Kita berupaya secara scientific mengurangi
risiko bencana dengan menemukan gempa purbanya. Apa yang terjadi di Jepang
menjadi pelajaran bersama. Masyarakat harus bahu-membahu membantu Pemda, BNPB,
BMKG dan lain-lain, tidak perlu panik," urai Wisnu Agung.
Terkait rencana pembangunan jembatan Selat Sunda, temuan ini sangat penting agar
jembatan tersebut disiapkan untuk tahan gempa di atas besaran yang potensi itu.
Dengan begitu, pembangunan harus terus jalan.
Pada kejadian letusan katastropik Toba, diperkirakan terjadi pemusnahan massal
dari populasi makhluk hidup di seluruh dunia, termasuk manusia. Hanya sebagian
kecil yang dapat bertahan hidup. Meskipun demikian, tidak ada data yang cukup
untuk mengetahui dengan jelas apa yang terjadi pada peradaban manusia sebelum
dan sesudah letusan Toba.
Ilmu pengetahuan hanya tahu bahwa paling tidak sejak sekitar 90.000-100.000
tahun lampau, bumi sudah dihuni oleh makhluk berakal dan mengenal Tuhan. Dan
sampai saat ini para ilmuwan sedunia percaya bahwa sampai sekitar 10.000 tahun
lalu manusia
masih hidup di zaman batu, alias hidup di alam, di hutan-hutan dan gua-gua
seperti hewan.
Adapun letusan gunung api katastropik lainnya adalah letusan Gunung Krakatau
purba. Catatan mengenai letusan Krakatau purba yang diambil dari sebuah teks
Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan berasal dari tahun
416 Masehi.
Isinya antara lain menyatakan: "Ada suara guntur yang menggelegar berasal dari
Gunung Batuwara (Krakatau). Ada pula guncangan bumi yang menakutkan, kegelapan
total, petir dan kilat. Kemudian datanglah badai angin dan hujan yang mengerikan
dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah banjir besar datang dari
Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung Kamula...Ketika air
menenggelamkannya, Pulau Jawa terpisah menjadi dua, menciptakan Pulau
Sumatra."(ANS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Copyright © ANEKA IMFO.COM Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger